Warga Desa Gajah Geger, Pagar Tower Telekomunikasi Digembok!

DEMAK – Kekecewaan mendalam melanda warga Desa Gajah, Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak. Mereka melakukan aksi mengejutkan dengan menggembok pagar tower telekomunikasi yang diduga milik Telkomsel.

Aksi ini merupakan puncak kekecewaan atas ketidakadilan dalam perpanjangan kontrak yang dilakukan tanpa kompensasi yang layak bagi warga sekitar.

Tower yang telah berdiri sejak 28 Februari 2005 ini telah melewati dua kali perpanjangan kontrak selama sepuluh tahun. Namun, perpanjangan kontrak ketiga yang dimulai Oktober 2024 lalu, dilakukan tanpa melibatkan warga dan tanpa memberikan kompensasi yang memadai.

Hal ini memicu kemarahan warga yang merasakan dampak negatif dari keberadaan tower tersebut.

Sebuah spanduk terpasang di pagar tower bertuliskan: “Tunaikan Hak Warga, Kami Butuh Kepastian!”

Rifa’atun, warga yang rumahnya bersebelahan dengan tower, mengungkapkan kekecewaannya.

“Tower ini awalnya berdiri dengan persetujuan warga. Ada janji akan memberikan kompensasi, tapi sampai sekarang tidak ada. Kami hanya diberi Rp100 ribu sekali di awal, itu pun sudah lama,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa sejak perpanjangan kontrak kedua, tidak ada kompensasi sama sekali. Bahkan, kontrak ketiga dilakukan secara diam-diam.

Warga menolak kompensasi Rp100 ribu yang dianggap tidak sebanding dengan dampak buruk yang mereka alami.

Dampak negatif yang dirasakan warga meliputi retaknya dinding rumah, gangguan kesehatan diduga akibat radiasi, dan kekhawatiran akan bahaya robohnya tower saat angin kencang.

“Ibu saya sering sakit-sakitan karena tinggal berdekatan dengan tower ini. Dokter di Puskesmas bahkan menyarankan untuk menjauhi area sekitar tower. Tapi, apa solusi dari pihak tower? Tidak ada,” lanjut Rifa’atun.

Ketidakadilan juga terlihat dalam distribusi kompensasi. Hanya pemilik lahan dan keluarganya yang menerima manfaat, sementara warga sekitar menanggung dampak buruknya.

Penggembokan tower akan terus dilakukan hingga pihak Telkomsel berdialog. Audiensi direncanakan pada Kamis, 30 Januari 2025.

“Jika pihak penyedia tower atau Telkomsel tidak datang, kami akan melanjutkan aksi ini. Kami juga menolak perpanjangan kontrak yang disebut sudah diperbarui tanpa persetujuan warga,” tegas Purnomo, salah satu warga.

Lailin, warga lainnya, bahkan mendesak pencabutan izin tower jika tidak ada penyelesaian yang adil.

“Kalau tidak ada solusi, kami minta tower ini dipindahkan. Jangan hanya pemilik lahan yang menikmati keuntungan, sementara kami menanggung kerugian,” pungkasnya.

Konflik ini menyoroti pentingnya keadilan dan transparansi dalam pembangunan infrastruktur. Keberadaan tower yang awalnya disetujui warga, kini menjadi sumber konflik karena warga merasa diabaikan. Aksi ini menjadi seruan bagi perusahaan untuk memberikan perhatian dan solusi yang lebih adil bagi masyarakat sekitar.

(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *