Kirab Budaya Pager Mangkok di Kudus: Merawat Nilai Bersedekah dan Falsafah Sunan Muria

Kudus, Muria Raya34 Dilihat

KUDUS – Masyarakat Dukuh Piji Wetan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, kembali menggelar Kirab Budaya Pager Mangkok sebagai pembuka Festival Pager Mangkok #4 pada Jumat (6/12/2024).

Acara tahunan ini merupakan inisiatif dari Komunitas Kampung Budaya Piji Wetan Kudus dan bertujuan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh Sunan Muria, salah satunya adalah pentingnya bersedekah.

Kirab dimulai pukul 14.00 WIB dengan arak-arakan gunungan hasil bumi dari Panggung Ngepringan menuju Punden Depok. Rombongan kirab terdiri dari ibu-ibu yang membawa nasi tomplingan, barisan anak-anak, tokoh agama, dan warga setempat.

Sesampainya di Punden Depok, rombongan disambut dengan lantunan salawat terbang papat, dan ritual pager mangkok pun dimulai. Ritual ini merupakan simbol ajaran bersedekah yang diwariskan oleh Sunan Muria.

Usai ritual inti, masyarakat langsung mengerumuni gunungan dan berebut hasil bumi yang diarak. Sebanyak 1000 nasi tomplingan yang dibungkus daun pisang juga dibagikan kepada para peserta kirab.

Koordinator kirab, Ulul Azmi, mengungkapkan bahwa Kirab Pager Mangkok telah digelar empat kali dan selalu diiringi hujan sebelum prosesi acara. Ia percaya bahwa hujan tersebut merupakan berkah dari gelaran acara tahunan ini.

“Festival pager mangkok empat tahun ini selalu hujan, semoga menjadi berkah bagi warga sekitar,” ujar Ulul.

Ulul menjelaskan bahwa ajaran pager mangkok diambil dari pesan Sunan Muria yang berbunyi “pagerono omahmu nganggo mangkok (bersedekah, red), pager mangkok luwih becik tinimbang pager tembok.” Artinya, bersedekah lebih baik daripada membangun pagar tembok sebagai bentuk pengamanan harta benda.

Selain itu, festival ini juga ingin mensosialisasikan falsafah Tapangeli, yang berarti mengarus tetapi tidak terbawa arus. Ajaran ini menekankan pentingnya mengikuti perkembangan zaman tanpa terjerumus dalam arus negatif dan tetap memegang teguh prinsip hidup.

“Dua ajaran ini yang ingin kami aktivasi ke masyarakat dan generasi muda,” terang Ulul yang juga dikenal dengan nama panggung Citul.

Festival Pager Mangkok #4 mengusung tema “Labora(s)tories” dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa budaya dan seni dapat menjadi perayaan bagi semua orang, termasuk anak-anak muda.

Pihak penyelenggara berharap acara ini dapat menjadi pemantik bagi generasi muda untuk lebih tertarik dalam merawat nilai-nilai budaya yang diwariskan oleh Sunan Muria.

“Semoga kegiatan semacam ini tetap tumbuh dan memunculkan generasi-generasi baru yang cinta akan seni dan budaya,” harap Ulul.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *