SEMARANG – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Semarang (USM) sukses menggelar seminar nasional bertema “RUU KUHAP dan Optimalisasi Pra Penuntutan: Harmonisasi Kewenangan Penyidik dan Penuntut Umum dalam Sistem Peradilan Pidana” di Gedung V Prof. Dr. Joetata Hadihardaja lt.6., USM.
Seminar yang dihadiri ratusan peserta dari kalangan mahasiswa dan masyarakat umum ini bertujuan meningkatkan pemahaman tentang perkembangan terbaru dalam sistem peradilan Indonesia.
Acara ini menghadirkan narasumber terkemuka, di antaranya Prof. Dr. Hj. Sri Endah Wahyuningsih, S.H., M.Hum (Guru Besar Ilmu Hukum UNISULA), Dr. Muhammad Junaidi, S.Hi., M.H (Wakil Rektor 3 Universitas Semarang), Dr. (c) Fathurrahman, S.H., M.H (Praktisi Hukum), Khusnul Imanuddin S.H. (Jaladara Law Firm), Dian Puspitasari, S.H. (LBH AMAN), dan Husnul Mudhom (Advokat) sebagai moderator.
Para narasumber menyoroti pentingnya revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk menciptakan sistem hukum yang lebih efisien, adil, dan transparan.
Mereka juga menekankan perlunya optimalisasi prosedur pra-penuntutan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan menjamin keadilan bagi semua pihak.
Prof. Dr. Hj. Sri Endah Wahyuningsih, S.H., M.Hum, menyinggung kelemahan KUHAP dari sudut pandang yuridis.
“Kelemahan dari KUHAP dari sudut pandang Yuridis yakni salah satunya keterbatasan kewenangan jaksa dalam penyidikan. Padahal di beberapa negara lain seperti Jerman dan Belanda jaksa memiliki peran supervise penyidikan, tetapi di Indonesia jaksa hanya menerima hasil penyidikan dari kepolisian. Sehingga jaksa tidak dapat secara langsung mengontrol kualitas penyidikan, yang berujung pada bolak baliknya perkara,” jelasnya.
Dian Puspitasari, S.H. (LBH AMAN), menambahkan perspektif sosiologis.
“Dari Kelemahan dari Sudut Sosiologis, Potensi Ego Sektoral antara Kepolisian dan Kejaksaan, Hubungan antara penyidik (Polri) dan penuntut umum (Kejaksaan) sering kali tidak harmonis karena adanya perbedaan persepsi mengenai alat bukti dan unsur pidana. Kejaksaan merasa bahwa penyidikan kurang berkualitas, sementara kepolisian merasa bahwa jaksa terlalu formalistik dalam menilai berkas perkara. Kurangnya koordinasi ini membuat proses penegakan hukum menjadi lambat dan tidak efektif,” katanya.
Dr. (c) Fathurrahman, S.H., M.H., praktisi hukum, menyoroti kurangnya pemahaman masyarakat.
“ada kurangnya Pemahaman Masyarakat tentang Peran Dominus Litis. Banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa jaksa hanya “meneruskan” hasil penyidikan polisi tanpa memahami bahwa jaksa memiliki kewenangan untuk menentukan kelanjutan perkara. Minimnya pemahaman ini sering kali menyebabkan kekecewaan terhadap keputusan-keputusan kejaksaan,” terangnya.
Khusnul Imanuddin S.H. (Jaladara Law Firm) memberikan saran untuk harmonisasi kewenangan.
“Agar ada harmonisasi kewenangan penyidik dan Penuntut umum maka perlu dirumuskan dalam RUU KUHAP seperti Penerapan Asas diferensi fungsional tidak diterapkan secara kaku tetapi fleksibel. Memperkuat asas dominus litis Peran Jaksa dalam Penyidikan penerapan Perlu ada pedoman dan standar yang Jelas, ketat dan transparan dalam penggunaan kewenangan seperti Restorative Justice agar tidak disalahgunakan,” jelasnya.
Wakil Rektor 3 USM, Dr. Muhammad Junaidi, S.Hi., M.H., mengapresiasi seminar ini.
“kami sangat mengapresiasi acara ini yang membahas secara komprehensif RUU KUHAP dan Optimalisasi Pra Penuntutan : Harmonisasi Kewenangan Penyidik dan Penuntut Umum dalam Sistem Peradilan Pidana sehingga para masyarakat dan mahasiswa dapat mendapatkan pemahaman yang utuh. Hal lain yakni kita dapat mendukung proses perumusan RUU KUHAP agar dalam proses penyidikan dapat dilakukandengan memperkuat penerapan asas dominus litis peran jaksa,” ungkapnya.
Ketua BEM USM, Nurannisa, menyampaikan rasa terima kasih.
“Kami sangat berterima kasih kepada para narasumber, panitia, pengurus BEM, tamu undangan dan berbagai pihak yang terlibat dalam acara ini. Suksesnya acara ini diharapakan materi yang disampaikan oleh narasumber dapat diterima para audiens dengan baik,” harapnya.
(red)