SEMARANG – Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa 19% dari total 2,2 juta hektare lahan di Jawa Tengah (Jateng) belum terpetakan dan tersertifikasi. Hal ini berpotensi memicu konflik di masa mendatang.
“Ada 450 ribu hektare yang masih belum terpetakan. Ini lokasinya saya yakin ada di pinggiran, lereng gunung,” ungkap Nusron dalam rapat membahas solusi pertanahan dan reformasi agraria bersama Gubernur Jateng Ahmad Luthfi dan 35 kepala daerah di Semarang.
Nusron mengajak pemerintah provinsi dan daerah untuk berkolaborasi dalam mensertifikasi lahan tersebut. Ia juga menyoroti 348 ribu hektare tanah dengan status KW 4, 5, 6, atau Letter C yang membutuhkan surat keterangan lebih valid.
“Ada sertifikatnya, tapi tidak ada peta kadastralnya. Lampirannya itu enggak ada,” ujarnya.
Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dinilai sebagai solusi, namun terhambat oleh faktor ekonomi masyarakat miskin ekstrem yang kesulitan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Nusron berharap Pemprov Jateng dapat melakukan intervensi.
Sebanyak 19 kabupaten/kota di Jateng telah memberikan pembebasan atau keringanan BPHTB untuk mendukung pendaftaran tanah. Layanan pertanahan di Jateng pada 2024 berkontribusi Rp 86,9 triliun pada perekonomian daerah.
Gubernur Jateng, Ahmad Luthfi, menyambut baik kerja sama dengan Kementerian ATR/BPN dan menekankan pentingnya kolaborasi untuk menentukan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
“Kedatangan Pak Menteri itu sangat-sangat bagus sekali. Momentumnya diikuti oleh (kepala daerah) 35 kabupaten/kota,” katanya.
(red)