Rencana Pemangkasan Dana Desa 2026 Bikin Kades Khawatir Pembangunan Terhenti

Kudus16 Dilihat

KUDUS – Kabupaten Kudus menyaksikan kekhawatiran serius di kalangan pemerintah desa seiring rencana pemangkasan besar-besaran Dana Desa (DD) yang akan dilakukan pada tahun 2026.

Ketua Paguyuban Kepala Desa Kudus, Kiswo, menyampaikan bahwa pemotongan anggaran nasional tersebut berpotensi membuat pembangunan infrastruktur desa terhenti selama bertahun-tahun.

Menurut Kiswo, pagu Dana Desa nasional tahun 2026 diproyeksikan hanya Rp 60 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp 40 triliun akan dialihkan untuk mendanai Gerai Koperasi Desa Merah Putih.

Hal ini berarti hanya sekitar Rp 20 triliun yang akan dibagikan ke lebih dari 80 ribu desa di seluruh Indonesia, sehingga rata-rata setiap desa hanya akan menerima sekitar Rp 250 juta – angka yang jauh menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.

“Kalau nanti ada mandatori tambahan, praktis desa tidak bisa menjalankan pembangunan infrastruktur sama sekali. Fokusnya hanya pada kegiatan pertanian dan wajib rutin seperti posyandu, PAUD, dan penanganan stunting,” ujar Kiswo.

Ia mengakui belum adanya surat resmi dari pemerintah pusat mengenai prioritas penggunaan anggaran desa 2026. Padahal, sejumlah program wajib seperti pembayaran guru PAUD, operasional posyandu, serta kemungkinan bantuan langsung tunai (BLT) dan penanganan bencana tetap harus dibiayai dari DD.

“Beban anggaran tersebut membuat ruang gerak desa akan semakin terbatas,” katanya.

Kiswo menambahkan, paguyuban kepala desa Kudus baru saja melakukan diskusi dengan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI.

Dalam pertemuan itu, juga dibahas masalah DD tahap 2 tahun 2025 yang belum cair di beberapa desa. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa kondisi keuangan negara saat ini sedang berat karena banyak anggaran dialihkan untuk penanganan musibah nasional, termasuk bencana besar di Sumatera.

“Di 2026 nanti desa mungkin hanya bisa mengandalkan Pendapatan Asli Desa (PAD). Kalau desa punya PAD tinggi tidak masalah, tapi yang PAD-nya kecil pasti kesulitan,” tegasnya.

Sementara itu, Alokasi Dana Desa (ADD) yang bersumber dari APBD Kabupaten Kudus juga mengalami penurunan signifikan. ADD hanya cukup untuk membayar penghasilan tetap (siltap) kepala desa dan perangkat, operasional kantor, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta kegiatan administratif dasar. Sehingga, hampir tidak ada ruang untuk mendanai program pemberdayaan atau pembangunan fisik.

“Kegiatan rutin seperti posyandu, BKK, dan tradisi desa tetap harus jalan. Tapi untuk pemberdayaan masyarakat atau infrastruktur, sepertinya akan terhenti,” ucapnya.

Yang lebih mengkhawatirkan, pemangkasan DD disebut-sebut akan berlangsung hingga enam tahun ke depan mulai 2026. Jika tidak ada peningkatan pendapatan negara, desa-desa di Kudus terancam hanya mampu menjalankan pelayanan administratif tanpa ada inovasi atau pembangunan yang berarti. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *