Kasus Keracunan MBG Terus Berlanjut, Edy Wuryanto: BGN Jangan Hanya Fokus pada Kuantitas SPPG

Nasional60 Dilihat

JAKARTA Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan setelah serangkaian kasus keracunan makanan dilaporkan terjadi di berbagai daerah, mulai dari Baubau, Lamongan, Sumbawa, Gunungkidul, hingga Garut.

Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menyampaikan keprihatinannya atas kejadian ini dan menyoroti fokus Badan Gizi Nasional (BGN) yang dinilai terlalu menekankan pada kuantitas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

“Pertama-tama saya menyampaikan keprihatinan atas kejadian ini. Fakta adanya penerima manfaat MBG yang menunjukkan gejala keracunan menunjukkan lemahnya kontrol mutu,” ujarnya.

Edy Wuryanto menduga bahwa akar masalah dari kasus keracunan massal ini adalah BGN yang lebih fokus mengejar kuantitas dapur untuk meningkatkan serapan anggaran. Diketahui bahwa anggaran BGN sebesar Rp 71 triliun baru terserap 18,6 persen.

“Yang dikejar sekarang itu jumlah dapur, bukan kualitas. Kuantitas dapur jadi target, sementara standar mutu dan keamanannya diabaikan. Akibatnya, dapur-dapur itu ada yang dibangun asal jadi ada yang belum memenuhi standar,” tegasnya.

Politisi PDI Perjuangan itu juga menyoroti bahwa pembangunan dapur MBG yang diserahkan kepada yayasan masyarakat seringkali terkendala keterbatasan modal, sehingga dapur dibangun tanpa memenuhi standar yang seharusnya.

“Pembenahan dari hulu ini penting karena membangun SPPG ini bukan hanya mendirikan bangunan saja. Dengan adanya standar harapannya dapat mengurangi adanya cemaran yang masuk dalam makanan,” jelasnya.

Ia mengusulkan agar yayasan diberikan pinjaman lunak untuk mendirikan SPPG yang sesuai dengan ketentuan.

Lebih lanjut, Edy Wuryanto menekankan pentingnya akreditasi atau verifikasi dari lembaga di luar BGN untuk memastikan kelayakan dan standar mutu SPPG.

“Jangan mudah mengizinkan SPPG yang belum sesuai standar untuk beroperasi agar penerima manfaat tidak dirugikan,” katanya.

Kritik juga ditujukan kepada BPOM dan Dinas Kesehatan daerah yang dinilai belum optimal dalam menjalankan fungsi pengawasan. Edy mengusulkan agar BPOM dan Dinkes melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala, minimal sebulan sekali.

“BPOM sudah diberikan tambahan anggaran sampai Rp 700 miliar untuk pengawasan SPPG,” ungkapnya.

Edy Wuryanto menegaskan bahwa keselamatan penerima manfaat MBG harus menjadi prioritas utama.

“Keselamatan penerima manfaat MBG jauh lebih penting daripada sekadar mengejar target pembangunan dapur atau angka serapan anggaran,” pungkasnya.

Ia menambahkan bahwa memperbanyak SPPG harus berjalan paralel dengan pengawasan kualitas SPPG dan pelaksanaan MBG sehari-hari.

(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *