Karang Taruna Desa Rahtawu Dorong Wisata Pendakian Gunung Muria yang Berkelanjutan

Kudus236 Dilihat

KUDUS – Desa Rahtawu, Kudus, yang menjadi salah satu pintu masuk pendakian Gunung Muria, berpotensi besar untuk mengembangkan ekowisata pendakian yang berkelanjutan. Hal ini mengemuka dalam diskusi kelompok terarah yang digelar Tim Pengabdian Masyarakat LPPM Universitas Muria Kudus di Abiyasa Inn, Sabtu (15/2/2025) malam.

Diskusi bertema “Menjadi Pendaki Profesional” ini menghadirkan Budi Kusriyanto, Koordinator Wilayah Pati Raya APGI (Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia 2022-2025), sebagai pemateri.

Dr. Mochamad Widjanarko, M.Si, Ketua Tim Pengabdian Masyarakat, memaparkan sejarah pendakian gunung di Indonesia, termasuk kisah heroik para pendaki yang mencapai seven summiteers, serta tragedi yang pernah terjadi. Ia menekankan pentingnya menjaga kelestarian alam dan kesiapan pendaki dalam menghadapi tantangan alam.

“Cerita pendakian gunung dan aktivitas di alam selalu menjadi kisah yang menarik untuk diceritakan, terkesan sangat heroik sekaligus membanggakan dan mengenaskan. Para pionir pendaki gunung Indonesia berupaya menjelajahi tujuh puncak dunia dan puncak-puncak gunung yang ada di Indonesia dan dunia. Dari perjalanan petualangan Indonesia dalam mendaki gunung di dunia, terutama pencapaian tujuh puncak dunia, Mapala UI harus merelakan Norman Edwin dan Didiek Samsu gugur di Gunung Aconcagua, Maret 1992, sampai pencapaian anggota TNI Kopassus, Asmujiono yang berhasil mencapai puncak gunung Everest, April 1997 dan pemberitaan kontroversi keberhasilan Clara Sumarwati mencapai puncak Everest, 26 September 1996,” ujar dia.

Ia juga menyoroti booming pendakian gunung pasca film “5 cm” tahun 2012, yang di satu sisi meningkatkan minat masyarakat, namun juga menimbulkan dilema karena banyak pendaki yang kurang persiapan.

“Keriuhan akan mendaki gunung menjadi booming pasca tahun 2012 muncul film 5 cm, film drama Indonesia yang diadopsi dari sebuah novel dengan judul yang sama dengan lokasi puncak tertinggi Jawa di Gunung Semeru atau Mahameru. Hal tersebut membuat dilematis, dengan banyaknya pendaki nekad di berbagai gunung di indonesia, tidak berbekal apapun (teknik pendakian dan bekal peralatan) hanya sekedar jeng-jeng, selfie ria, untuk kebanggaan pribadi, sekedar naik-turun gunung,” tambahnya.

Budi Kusriyanto, dalam kesempatan tersebut, berbagi pengalaman pendakiannya di Gunung Semeru dan gunung lainnya.

Ia menekankan pentingnya persiapan yang matang, bukan hanya keberanian semata, tetapi juga kesiapan fisik, perbekalan, dan kemampuan bertahan hidup di alam.

Ia juga melihat potensi besar Desa Rahtawu dalam mengembangkan wisata pendakian Gunung Muria, sebagaimana Karimunjawa yang telah lebih dulu dikenal.

Randi Gita Setyoko, S.Pd, Ketua Karang Taruna Abiyasa, antusias menyambut peluang ini.

Ia berencana mengembangkan suvenir khas Gunung Muria dan mengelola pos-pos pendakian di sekitar Desa Rahtawu secara profesional.

(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *