Edy Wuryanto Ingatkan Pemerintah: Transformasi Rujukan JKN Harus Berpihak pada Masyarakat dan Rumah Sakit

Nasional34 Dilihat

JAKARTA – Rencana pemerintah untuk menerapkan sistem rujukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berbasis kompetensi pada tahun 2026 mendapatkan perhatian dari Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto.

Meskipun menyambut baik klaim Kementerian Kesehatan bahwa perubahan ini dapat mengurangi perpindahan rumah sakit, Edy menekankan bahwa keberhasilan skema baru sangat bergantung pada kesiapan fasilitas layanan kesehatan.

“Jangan hanya mengubah alur. Perbaiki alat kesehatan dan kualitas tenaga kesehatan di rumah sakit yang selama ini di tipe C dan D,” kata dia.

Ia khawatir bahwa rujukan berbasis kompetensi hanya akan menyebabkan pasien menumpuk di rumah sakit besar, seperti yang sering terjadi saat ini.

Edy juga menyoroti masalah di tingkat layanan primer, di mana Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sering merujuk pasien tanpa informasi yang memadai tentang kondisi rumah sakit tujuan.

“Banyak puskesmas tidak tahu kuota layanan rawat jalan, jadwal praktik dokter spesialis, atau ketersediaan IGD dan ICU. Akibatnya pasien tiba, tapi ditolak karena kuota sudah penuh,” ujarnya.

Selain itu, Edy menyoroti praktik rujukan antar rumah sakit yang seringkali dibebankan kepada keluarga pasien.

Menurutnya, rumah sakit harus lebih proaktif dalam mencari tempat kosong, bukan malah melempar tanggung jawab kepada keluarga pasien.

“Setiap RS mitra BPJS Kesehatan seharusnya punya desk pengaduan yang benar-benar bekerja membantu mencarikan RS tujuan,” tegasnya.

Edy juga menyoroti ketidaksinkronan antara sistem digital BPJS dengan alur internal rumah sakit.

“Saya pernah dapat aduan, ada pasien dapat slot jam 10 dari aplikasi, tapi tetap menunggu panjang karena poli tidak menyesuaikan. Kalau begini, digitalisasi hanya jadi etalase,” katanya.

Terakhir, Edy menegaskan bahwa transformasi rujukan tidak boleh hanya berhenti pada istilah “kompetensi” semata.

“Esensi reformasi adalah memastikan pasien tidak tersesat, tidak dipingpong, dan tidak mengeluarkan biaya yang seharusnya ditanggung negara. Itu ukuran sederhana keberpihakan,” pungkasnya.

(red)