Edy Wuryanto Dorong MBG Berbasis Budaya: Contohkan Nilai Sedulur Sikep

BLORA  Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menekankan pentingnya pendekatan yang berpihak kepada masyarakat dan selaras dengan kearifan lokal dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Menurutnya, keberhasilan program nasional ini tidak hanya ditentukan oleh penyediaan makanan bergizi bagi anak-anak sekolah, tetapi juga oleh seberapa besar masyarakat dilibatkan dalam seluruh rantai penyediaannya.

“Pendekatan program MBG sebaiknya tidak top-down. Justru harus melibatkan masyarakat lokal, terutama petani dan peternak, dalam menyediakan pasokan bahan baku bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG),” ujar Edy Wuryanto dalam Focus Group Discussion lintas sektor untuk membahas MBG di Blora, Senin (27/10).

Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan Badan Gizi Nasional (BGN), Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan Peternakan, serta berbagai pemangku kepentingan daerah.

Edy menilai bahwa MBG adalah kelanjutan dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang telah hidup turun-temurun, seperti gotong royong, kepedulian, dan berbagi kepada sesama. Dia mendorong agar promosi dan edukasi program MBG mengangkat tradisi dan kearifan lokal di setiap daerah.

“Program ini akan lebih diterima masyarakat jika dikaitkan dengan budaya yang mereka kenal,” ungkapnya.

Sebagai contoh, Edy menyoroti nilai-nilai Sedulur Sikep dari ajaran Samin Surosentiko, tokoh asal Blora yang dikenal menjunjung tinggi prinsip kesederhanaan, kejujuran, dan solidaritas sosial.

“Semangat memberi makan kepada orang lain sudah menjadi bagian dari budaya kita jauh sebelum ada program pemerintah. Tentu bukan hanya formalitas, tapi memberikan menu terbaik. Seperti inilah yang perlu diangkat dalam promosi MBG agar masyarakat merasa bahwa program ini lahir dari akar budayanya sendiri,” katanya.

Kabupaten Blora dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi contoh nasional pelaksanaan MBG yang melibatkan masyarakat secara aktif, dengan banyaknya komunitas petani dan peternak, termasuk para pengikut komunitas masyarakat Sedulur Sikep.

Keterlibatan mereka dalam penyediaan bahan baku untuk dapur-dapur SPPG tidak hanya akan memperkuat ketahanan pangan lokal, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi di pedesaan.

“Dari 73 dapur SPPG yang ada di Blora, potensi perputaran uangnya bisa mencapai sekitar Rp525 miliar per tahun. Jika seluruh kebutuhan bahan bakunya dipasok dari petani dan peternak lokal, maka manfaat ekonomi program ini akan langsung dirasakan masyarakat,” tuturnya.

Edy mengingatkan pentingnya peran pemerintah daerah dalam memastikan rantai pasok berjalan baik dan perlunya pemetaan terhadap potensi pertanian dan peternakan agar produksi daerah mampu memenuhi permintaan program tanpa menimbulkan gejolak harga.

“Kalau kebutuhan MBG meningkat tanpa perencanaan matang, bisa memicu inflasi daerah. Tapi kalau dikelola dengan baik, justru akan menciptakan pemerataan ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat Blora,” katanya.

“MBG ini bukan hanya program Presiden, tetapi cerminan nilai-nilai luhur bangsa kita, menolong sesama dan memastikan tidak ada yang kelaparan,” tutur politisi PDI Perjuangan ini.

Edy berharap Blora dapat menjadi percontohan nasional dalam pelaksanaan MBG berbasis kearifan lokal.

“Blora bisa menjadi ikon bagaimana program nasional dapat tumbuh dari akar budaya lokal. Dengan menggabungkan semangat budaya dan ekonomi rakyat, MBG akan menjadi gerakan yang menyehatkan generasi sekaligus menyejahterakan masyarakat,” tuturnya.

(adv)