RAKYAT PATI MENGGUGAT : Demokrasi Hidup dan Hak Rakyat dalam Mengawasi Kebijakan Publik

TUTURMEDIA.COM – “Didiklah masyarakat dengan organisasi, dan didiklah penguasa dengan perlawanan.” — Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia.

Pernyataan Pramoedya di atas terasa sangat relevan ketika kita menyoroti Perlawanan Rakyat Pati hari ini. Peristiwa tersebut menjadi alarm keras bagi seluruh pejabat di negeri ini mereka yang memperoleh mandat kekuasaan dari rakyat untuk tidak bersikap arogan, gegabah dalam mengambil kebijakan, apalagi meremehkan dan menyakiti hati rakyat yang telah memberi amanah tersebut.

Di tengah hiruk-pikuk demokrasi yang kerap terjebak dalam formalitas prosedural, peristiwa Perlawanan Rakyat Pati hadir sebagai pengingat keras bahwa kedaulatan rakyat bukan sekadar jargon dalam konstitusi, melainkan hak hidup yang harus dijaga. Aksi yang terjadi bukanlah sekadar unjuk rasa, melainkan refleksi atas kegagalan sebagian penguasa dalam menjaga amanah yang mereka emban.

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Artinya, rakyat bukan hanya pemilik hak suara lima tahun sekali, tetapi juga pemilik hak untuk mengawasi, mengoreksi, bahkan menolak kebijakan yang dianggap merugikan kepentingan bersama.

Di era digital ini, pejabat publik tidak lagi berada di menara gading yang tak tersentuh. Segala kebijakan, ucapan, dan tindakan akan dengan cepat diuji di ruang publik. Bila kebijakan dibuat secara gegabah, semena-mena, dan melukai hati rakyat, konsekuensinya adalah hilangnya legitimasi politik bahkan sebelum masa jabatan berakhir.

Pengawasan publik seharusnya dimulai jauh sebelum kebijakan lahir, yakni sejak proses pencalonan pemimpin di tingkat legislatif maupun eksekutif. Rakyat perlu dilatih berpikir kritis, memahami rekam jejak kandidat, dan berani bersuara menolak calon yang tidak berpihak pada kepentingan publik. Prinsip one man, one vote memberi setiap warga negara kekuatan yang setara. Jika belum mampu memilih pemimpin terbaik dari yang baik, setidaknya rakyat harus mencegah pemimpin buruk berkuasa.

Peristiwa di Pati adalah bukti nyata bahwa demokrasi tidak hanya berdenyut di ruang sidang parlemen atau bilik suara pemilu. Demokrasi juga hidup di jalanan dimana rakyat bersatu, berdiri tegak, dan menyuarakan kebenaran. Ketika rakyat bersuara, itu bukan sekadar teriakan protes; itu adalah gema kedaulatan.

Bagi para penguasa, ini adalah alarm yang tidak boleh diabaikan. Kekuasaan yang dipegang adalah titipan rakyat. Kesewenang-wenangan hanya akan menumbuhkan perlawanan. Sebaliknya, kebijakan yang berpihak kepada rakyat akan menguatkan legitimasi dan kepercayaan publik.

Maka, mari kita jaga demokrasi ini dengan dua hal: rakyat yang terdidik dalam organisasi dan pengawasan, serta penguasa yang terdidik dalam kerendahan hati dan kesediaan dikoreksi. Sebab, demokrasi yang sehat bukanlah demokrasi tanpa konflik, melainkan demokrasi yang mampu menyelesaikan konflik dengan keberpihakan pada kebenaran dan keadilan.

Fikri Abdusalam (Ketua Bidang Hukum, Riset, Data & Informasi Perisai Demokrasi Bangsa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *