Kelas Menulis Kofiku Bedah Buku “Someday Is Today”: Rahasia Konsistensi Menulis di Tengah Kesibukan

Kudus147 Dilihat

KUDUS – Suasana akrab menyelimuti ruang kegiatan Mini Teater Perpusda Kudus di Komplek GOR Bung Karno, Wergu Wetan, Kota Kudus, pada Rabu sore (28/5/2025) dalam sesi Kelas Menulis Kofiku.

Kali ini, kegiatan rutin komunitas menulis tersebut membedah buku Someday Is Today karya Matthew Dicks, penulis yang juga dikenal lewat bukunya yang lebih dulu populer, Storyworthy.

Kegiatan ini dimoderatori oleh Siti Nur Hasisah dan menghadirkan Arif Rohman sebagai pemateri. Dalam pemaparannya, Arif menekankan bahwa buku ini sangat relevan dengan orang yang sedang berjuang membangun konsistensi menulis di tengah kesibukan sehari-hari.

“Matthew Dicks bercerita tentang bagaimana ia bertransformasi dari seseorang yang nyaris ditembak mati saat berusia 22 tahun, hingga menjadi pribadi yang sangat disiplin dan efektif dalam memanfaatkan waktu,” ujar Arif. Buku ini, lanjutnya, bisa menjadi panduan untuk menumbuhkan kedisiplinan serta kesadaran terhadap nilai waktu.

“Matthew mengaku dirinya hanyalah orang biasa yang memutuskan untuk tidak menunda. Semua orang bisa berkembang, asalkan mereka punya dua hal: kemauan untuk mencoba dan kesediaan untuk gagal,” tambah Arif, mengutip pernyataan Matthew.

Salah satu hal yang menarik perhatian Arif adalah bagian pengantar buku yang ditulis oleh istri Matthew. Hal ini, menurutnya, menjadi validasi bahwa kebiasaan dan prinsip yang diterapkan Matthew memang nyata dan berdampak.

Bahkan sang istri mengisahkan, Matthew sempat menyempatkan diri menulis selama sepuluh menit saat menunggu kontraksi kelahiran anak mereka. Sebuah contoh ekstrem yang menunjukkan bagaimana waktu-waktu kecil bisa sangat bermakna ketika digunakan dengan sadar.

Salah satu gagasan utama yang dibahas adalah pendekatan dalam mengambil keputusan seolah-olah kita sudah berumur 100 tahun.

“Dengan membayangkan diri kita di usia lanjut, kita bisa menilai mana hal yang benar-benar penting dan tidak seharusnya ditunda,” terang Arif.

Buku ini juga menyajikan banyak contoh nyata. Salah satunya adalah kisah tentang seorang calon penulis yang datang menemui Matthew untuk meminta nasihat soal kontrak penerbitan. Ternyata, orang tersebut belum mulai menulis satu kalimat pun.

Ia hanya berencana mulai menulis selama setahun setelah mempelajari dunia penerbitan. Sebaliknya, Matthew memberi contoh bahwa dalam waktu tujuh menit menunggu calon penulis itu datang, ia bisa menulis sembilan kalimat. Sebuah penegasan bahwa proses kreatif tidak perlu menunggu waktu panjang.

Setelah sesi pemaparan, diskusi berlangsung aktif. Siti Nur Hasisah sebagai moderator turut membagikan refleksi pribadi. Ia mengaku sering merasa harus menunggu satu hingga dua hari agar bisa duduk tenang untuk menulis. Namun, setelah mendengar isi buku ini, paradigma itu terasa runtuh.

“Rasanya seperti ditampar,” ujarnya sambil tersenyum.

Beberapa peserta lain yang hadir dan aktif berdiskusi antara lain Jimat Kalimasadha, Naila Rahman, dan Agus Aprilianto. Mereka menyampaikan berbagai gagasan yang muncul, mengaitkannya dengan pengalaman masing-masing.

Sebagai tindak lanjut dari kelas ini, pertemuan berikutnya akan mengulas karya fiksi milik Agus Aprilianto berupa draf novel bergenre horor misteri. Bab 1 hingga 5 dari novel yang masih belum diberi judul tersebut akan dibagikan untuk dibaca sebelum kelas berlangsung.

Kelas Menulis Kofiku diharapkan terus menjadi ruang apresiasi dan kritik membangun bagi para penulis di Kudus yang ingin berkembang bersama.

(Red)